Sabtu, 10 September 2011

Setelah Guru Bersertifikasi

Sertifikasi bagi seorang guru adalah sebuah proses perubahan untuk menjadi lebih baik, lebih mencintai profesinya, dan selalu berusaha untuk dapat menciptakan situasi pembelajaran yang progresif dengan membawa peserta pembelajaran menjadi lebih baik dari kondisi sebelumnya. Lantas apakah seorang guru yang telah dinyatakan lolos sertifikasi maka seketika itu dia berubah menjadi guru yang professional? Tentu saja jawabannya adalah tidak. Seperti fenomena terjadinya Aurora yang terdapat di langit kutub utara, proses seorang guru memperoleh sertifikat profesi adalah sebuah interaksi antara peluang dan kemauan.
Peluang yang dimaksud berupa kebijakan pemerintah yang memberikan kesempatan kepada guru untuk benar – benar menjadi sosok yang profesional dan berdedikasi tinggi tehadap dunia pendidikan dengan prasarat tertentu. Prasarat tersebut adalah standar yang harus dicapai oleh seorang guru untuk dapat memperoleh sertifikat profesi. Ada tiga jalur yang digunakan untuk menentukan seorang guru bisa memperoleh sertifikat profesi, yaitu melalui penilaian kinerja guru, melalui jalur penilaian portofolio, dan melalui jalur pendidikan/pelatihan.
Sejak tahun 2006 sampai dengan tahun 2010, jalur penilaian portofolio telah menghasilkan ribuan sertifikat profesi bagi guru. Secara jujur, penyusunan berkas usulan sertifikasi melalui portofolio bagi guru ada keuntungan dan kekurangannya. Salah satu keuntungan portofolio bagi guru adalah tidak menyita waktu dan biaya yang banyak (dibandingkan dengan mengikuti pelatihan/PLPG) sehingga dia masih tetap menjalani kewajibannya sebagai seorang pengajar. Sedangkan kekurangan yang ada pada portofolio adalah ketika guru harus dapat mengumpulkan bukti – bukti pendukung aktifitas profesinya selama menjabat sebagai guru. Kadang bukti – bukti pendukung yang dibutuhkan sudah hilang atau rusak, sehingga guru melakukan rekayasa untuk mengejar target nilai kelulusan. Bicara tentang fakta di lapangan: banyak guru yang dengan segala cara berusaha untuk memenuhi semua bukti komponen portofolio dengan harapan terpenuhi semua komponen portofolio maka dia akan memperoleh nilai di atas batas minimum dan dapat lulus penilaian portofolio.
Jika pemenuhan komponen portofolio ini dilakukan berdasar bukti  otentik yang dimiliki guru, maka ketika guru tersebut dinyatakan lulus merupakan hal  yang wajar dan sudah semestinya. Akan tetapi ketika pemenuhan komponen portofolio dilakukan seorang guru (maaf) melalui rekayasa dan guru tersebut dinyatakan lulus penilaian portofolio, maka sebenarnya ada ketidakadilan bagi guru – guru lain peserta sertifikasi yang benar -  benar menyusun portofolio apa adanya tanpa usaha – usaha negatif untuk merekayasa bukti – bukti pendukung komponen portofolio.
Rekayasa yang saya maksud misalnya dengan membuat sertifikat/piagam yang menyatakan guru tersebut telah mengikuti kegiatan ilmiah (padahal sebenarnya dia tidak mengikuti kegiatan tersebut). Contoh lain adalah ketika guru menyertakan surat keterangan kepala sekolah yang menyatakan bahwa guru telah melaksanakan bimbingan kepada siswa dalam berbagai kegiatan lomba, ekstra kurikuler, dan kegiatan lain yang dapat membuahkan nilai bagi guru, sementara pada kenyataan yang sebenarnya guru tersebut tidak pernah melaksanakan bimbingan kepada siswa. Dalam versi yang lain, demi mengejar nilai kelulusan, guru membuat berbagai macam surat keterangan keikutsertaan dalam organisasi profesi dan kemasyarakatan, padahal sebenarnya guru tersebut tidak pernah sekalipun menjabat sebagai pengurus organisasi apapun.
Kebohongan – kebohongan yang dilakukaan seperti tersebut di atas terjadi karena guru terdorong untuk dapat lulus dan mendapat sertifikat pendidik. Bukan dari sisi profesionalitas yang menjadi tujuan utama si guru, akan tetapi iming – iming dari pemerintah yang menyatakan bahwa guru yang telah lulus sertifikasi berhak memperoleh tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok yang sebenarnya menjadi pemicu motivasi guru berusaha lolos sertifikasi. Jika faktor di atas yang menjadi  pendorong, dapat dipastikan meskipun telah memiliki sertifikat profesi, guru tersebut tidak akan pernah dapat memahami apa makna guru yang profesional itu sebenar – benarnya.
Memang tidak semua guru yang telah mengikuti program sertifikasi mempunyai dasar motivasi seperti yang saya uraikan di depan. Ada guru yang benar – benar mempunyai keinginan untuk menjadi lebih baik setelah dinyatakan lulus sertifikasi. Terbukti, kinerja guru menjadi meningkat setelah lulus program sertifikasi. Harapan kita semua tentang perubahan dunia pendidikan yang lebih maju dan lebih baik masih terbuka lebar dengan tenaga pengajar (guru) yang profesional, mencintai pekerjaannya, dan menjadikan sekolah sebagai pusat pembelajaran yang efektif dan menyenangkan serta mampu mengantarkan peserta didik memaknai hidup dan kehidupannya sehingga dapat menjadi manusia Indonesia yang berkarakter kuat untuk mencintai dan membangun bangsanya menjadi bangsa yang mandiri. Mari kita berfikir positif, bahwa usaha pemerintah untuk memberi kesejahteraan bagi guru – guru di Indonesia akan membuahkan  hasil yang luar biasa pada perkembangan dunia pendidikan di Indonesia pada saatnya nanti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan komentar anda di sini:


ALEXA RANK